Selasa, 12 Januari 2016

Perbedaan Materai 3000 dan Materai 6000


Pengertian Materai

Meterai atau yang biasa diucapkan olah banyak orang sebagai “Materai” ,  sebenarnya yang dimaksud adalah benda meterai, dimana benda meterai tersebut terdiri dari meterai yang ditempelkan dan meterai yang berupa kertas atau yang biasa disebut orang sebagai kertas segel.
Adapun penetapan terhadap benda meterai ini oleh Pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan, adalah sebagai cara pelunasan terhadap pengenaan pajak atas dokumen. Yang mana penetapannya dimaksudkan sebagai salah satu cara perwujudan peran serta masyarakat dalam Pembangunan Nasional.

Selanjutnya penyebutan terhadap pengenaan pajak atas dokumen ini dikenal sebagai BEA METERAI, sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang No 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai, yang untuk pelaksanaannya juga telah ditetapkan Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1995 dan sebagaimana telah dirubah dalam Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang dikenakan Bea Meterai.
Dalam Peraturan Perundang-undangan Bea Meterai diatas telah dijelaskan bahwa Bea Meterai dikenakan atas dokumen, yang mana dalam pengenaannya menggunakan prinsip satu dokumen hanya terutang satu Bea Meterai,  sementara rangkap/ tindasan (yang ikut ditandatangani)  juga terutang Bea Meterai dengan tarif yang sama dengan aslinya.


Meterai dan Sahnya Perjanjian

Penggunaan Meterai tempel bernilai Rp 6.000 maupun Rp 3.000 adalah penggunaan yang sudah sering dilakukan setiap orang dewasa ini, atau dengan kata lain sudah bukan merupakan penggunaan yang asing lagi dalam masyarakat.

Kehadiran Meterai Rp 6.000 maupun Materai Rp 3.000 disetiap transaksi yang melibatkan sejumlah uang tertentu, selalu kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari, selain itu juga penggunaan meterai yang paling dirasakan kehadirannya adalah penggunaan meterai yang dilakukan oleh masyarakat dalam setiap transaksi yang dilakukan dengan pembuatan perjanjian-perjanjian, baik itu perjanjian jual beli, sewa menyewa, perjanjian kerja, surat kuasa dan lain sebagainya.

Bahkan saat ini banyak masyarakat yang berpendapat atau beranggapan bahwa tanpa meterai maka perjanjian yang telah dibuat akan menjadi tidak sah, dan karena yakinnya akan hal tersebut, tidak sedikit masyarakat yang rela membuat ulang perjanjian mereka hanya karena kelupaan dalam pemberian atau menempelkan meterai dalam perjanjian yang dibuat. Selain itu ada juga masyarakat yang tidak mau memenuhi janjinya sebagaimana yang telah dituangkan dalam perjanjian yang telah dibuat dengan alasan perjanjian yang dibuat itu tidak sah karena tidak ada meterai-nya.

Hal inilah yang kemudian membuat penulis tertarik untuk mengangkat tulisan dengan judul “Apa dan bagaimana Meterai digunakan?”. Namun sebelum penulis lebih jauh menguraikan tentang judul tulisan kali ini, sekiranya penting untuk coba meluruskan tentang persepsi masyarakat yang menyatakan bahwa tanpa meterai maka suatu perjanjian akan dinyatakan tidak sah.

Perlu diketahui dan dipahami oleh masyarakat bahwa ada atau tidaknya sebuah meterai dalam sebuah perjanjian bukanlah suatu syarat yang menjadi parameter untuk mengatakan suatu perjanjian itu menjadi sah atau tidak sah.

Karena syarat sahnya suatu perjanjian telah diatur dengan jelas pada pasal 1320 KUHPerdata, dimana dalam pasal ini dinyatakan bahwa suatu perjanjian dikatakan sah apabila telah memenuhi 4 unsur, yaitu;
1) Adanya kesepakatan antara mereka yang mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian,
2) Adanya kecakapan hukum antara mereka yang membuat suatu perjanjian,
3) Adanya suatu hal tertentu (objek tertentu), dan
4) Adanya suatu sebab yang halal (tidak bertentangan dengan undang-undang)

Sebagaimana disebut diatas bahwa Bea Meterai dikenakan terhadap suatu dokumen, dimana pengertian dari dokumen itu sendiri adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan. Dokumen-dokumen yang dimaksud atau yang dikenakan Bea Meterai adalah sebagai berikut:

a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai
    alat  pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;
b. akta-akta notaris termasuk salinannya;
c. akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya;
d. surat yang memuat jumlah uang,
     1) yang menyebutkan penerimaan uang
     2) yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank;
     3) yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
     4) yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi
          atau diperhitungkan;
e. surat berharga seperti wesel, promes, aksep,
f. efek dengan nama dan dalam bentuk apapun,
g. dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, yaitu :
     1) surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
     2) surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika di-
         gunakan   untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud semula.

Adapun pengenaan Bea Meterai terhadap dokumen- dokumen tersebut diatas, baru akan terutang pada saat;

  • Dokumen itu diserahkan, jika dokumen dibuat oleh satu pihak,
  • Dokumen selesai dibuat, jika dibuat lebih dari satu pihak,
  • Saat digunakan di Indoesia, jika dibuat diluar negeri.

Selain dokumen yang dapat dikenakan Bea Meterai, juga telah diatur dokumen yang tidak dikenakan Bea Meterai, yaitu antara lain;

1. Dokumen berupa;

a) surat penyimpanan barang;
b) konosemen;
c) surat angkutan penumpang dan barang;
d) keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf
     a, b   dan c.
e) bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;
f) surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengiriman;
g) surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan dengan surat-surat sebagaimana dimaksud diatas.

2. Segala bentuk ijazah. Yang termasuk dalam pengertian ini adalah Surat Tanda Tamat Belajar,   tanda lulus, surat keterangan telah mengikuti suatu pendidikan, latihan, kursus dan penataran.

3. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu;

4. Tanda bukti penerimaan uang Negara dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah dan bank;

5. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah dan bank;

6. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi;

7. Dokumen yang menyebutkan tabungan pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan dan lainnya yang bergerak di bidang tersebut; Tips Trik

8. Surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian;

9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Jadi kesimpulan dari Artikel tentang Perbedaan Materai 3000 dan Materai 6000 sebagai berikut:

  • Materai 3000 digunakan untuk surat perjanjian/kuitansi atau apa saja yang bernilai dibawah Rp 250.000,-
  • Materai 6000 digunakan untuk surat perjanjian atau apa saja yang bernilai diatas Rp 1.000.000,-

Sekian, Semoga Bermanfaat......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar